Wednesday, December 18, 2019

POLITIK DALAM NEGERI - OSO Vs Wiranto, Siapa Berhak Kuasai Hanura?

Politik Dalam Negeri, Jakarta Oesman Sapta Odang (OSO) kembali didapuk sebagai ketua umum Partai Hanura 2019-2024 hasil Munas III di Hotel Sultan Jakarta, 17-18 Desember 2019. OSO terpilih secara aklamasi. Artinya seluruh DPD Hanura menyatakan dukungannya untuk kembali menjadi pilot Hanura.
Polemik muncul dan langsung memanas. Penyebabnya, sejak pembukaan 17 Desember 2019 hingga penutupan Rabu 18 Desember malam, tak ditemukan sosok Wiranto. Pendiri dan senior Hanura ini tidak ada di deretan bangku peserta Munas. Ke mana Wiranto?

BACA JUGA :
PT RIFAN FINANCINDO - Komoditas Emas Akan Jadi Primadona 
RIFAN FINANCINDO - Investasi Emas Masih Primadona di Tahun Politik
PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA - Emas masih akan Menjadi Komoditas Paling Menarik untuk Investasi Berjangka Tahun ini 
PT RFB - Berikan Gambaran Investasi di Tahun 2019, RFB Gelar Investment Outlook
    Pihak OSO mengklaim, Wiranto tidak diundang karena telah berbuat kesalahan fatal, yakni meminta OSO mundur dari jabatannya sebagai ketua umum melalui surat terbuka. Hal ini dinilai jajaran DPP Hanura tidak elok.
    "Pak Wiranto membuat kesalahan kepada partai. Ketika menjelang Munas dia mengirimkan surat yang disebarluaskan oleh Pak Subagyo HS, dia meminta Pak OSO mundur. Kan itu tidak elok. Karena kelakuannya tersebut, jadi kita tidak undang," kata Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir di Hotel Sultan Jakarta Selatan, Rabu 18 Desember 2019.
    Hal lain yang menjadi pertimbangan tak diundangnya Wiranto, dikarenakan jabatannya sebagai Ketua Dewan Pembina tidak ada lagi. Sehingga sosok Wiranto bukanlah siapa-siapa di Hanura.
    "Dalam AD/ART Partai Hanura sebenarnya tidak mengenal adanya Ketua Dewan Pembina. Tetapi, demi menghargai Wiranto sebagai pendiri Partai Hanura, maka DPP Hanura mencantumkan namanya dalam SK Kemenkumham tahun 2018 sebagai Ketua Dewan Pembina," jelas Inas.
    Wiranto pun bereaksi. Merasa dikhianati partai sendiri, dia pun blak-blakan soal tindak-tanduk kepemimpinan OSO. Menurut eks panglima ABRI ini, OSO memiliki pakta integritas sebagai perjanjian penyerahan jabatan ketua umum pada tahun 2016. Seperti, berjanji dapat membesarkan dan berkelakuan baik terhadap partai, dan mengakhiri masa jabatannya pada 2019.
    Namun menurut Wiranto, faktanya OSO gagal. Saat Pemilu 2019 OSO dinilai tak mampu melewati ambang batas parlemen. Selain itu, Wiranto juga kecewa karena OSO tak menepati janjinya untuk mengakhiri masa jabatan ketua di tahun 2019.
    "Itu tidak ditaati maka saudara OSO kita minta mengundurkan diri dari Partai Hanura, sebagaimana tertuang dalam pakta integritas, dan ada saksinya," kata Wiranto saat jumpa pers bertema 'Penyelamatan Partai Hanura' di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Rabu 18 Desember 2019.

    Reaksi OSO

    Oesman Sapta Odang (OSO) pun tak tinggal diam disinggung Wiranto soal pakta integritas. Menurutnya tudingan kegagalan prestasi Partai Hanura disebabkan oleh gangguan dari dalam.
    Padahal OSO yakin bila konflik partai, saat itu Hanura terpecah antara kubu (Hotel) Ambhara dan (Hotel) Manhattan, tidak terjadi maka kinerja Hanura di Pemilu 2019 bisa sangat luar biasa.
    "Kalau tidak diganggu akan luar biasa. Tapi kalau diganggu, disabot di segala macem akibatnya yang menjadi korban mereka semua," kata OSO di Hotel Sultan Jakarta, Rabu 18 Desember 2019.
    Terkait masa jabatan, OSO menegaskan dirinya tidak menyalahi janji di pakta integritasnya dengan Wiranto. OSO meilai dirinya memang sudah mengakhiri masa jabatannya di 2019. Namun, melalui forum Munas, OSO kembali dipilih secara aklamasi atau satu suara.
    "Munas meminta saya kembali (menjabat sebagai ketua umum), Munas ini dihadiri seluruh Indonesia, 514 DPC dan saya juga tidak mengusulkan saya ingin jadi ketua. Rapim mendaulat saya, tentu saya harus lakukan dan harus bertanggungjawab ternyata Munas ini meminta dan memutuskan," jelas OSO menandasi.

    Sumber : Liputan 6

    No comments:

    Post a Comment